Perenialis
3 min readMar 8, 2022

Keseruan Belajar di Program Takhassus

(Oleh: Muh. Bagus Susetyo), (Editor: Em. Arief Yunus)

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, hai.. perkenalkan nama saya Muh. Bagus Susetyo, nama yang kren bukan!, aku lahir di Tamao, suatu kampung yang berada di kecamatan Tapalang, Kab. Mamuju Prov. Sulawesi Barat. Aku dibesarkan oleh kedua orang tua yang sangat berjasa dalam hidup yakni Ibuku Nur Faidah dan Ayahku Sugeng, semoga beliau diberi keberkehan.

Saat ini aku menempuh pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes) Raudhatut Thalibin Tohri. Bagi saya yang tinggal di pesantren, pengalaman hidup menjadi santri memiliki cerita dan kesan tersendiri, pengalaman yang mungkin tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup.

Hiruk pikuk perjalanan menjadi santri tentu memberi warna berbeda, karena begitu banyak cerita yang saya dapatkan selama tinggal di pesantren utamanya memasuki PROGRAM TAKHASSUS. Awalnya PROGRAM TAKHASSUS menjadi sesuatu yang asing ditelinga saya, program itu hadir dibawah oleh salah satu Guru Tugas dari Pondok Pesantren Salafiyah Parappe yang terkenal dengan baca Kitab Kuningnya.

“Ini program apa sih?. Yang di ajarkan apa?. Manfaatnya apa?.” Ini lah pertanyaan yang selalau menggerogoti pikiranku sampe akhirnya aku memberanikan untuk bergabung.

Saking asingnya, awal mula memasuki PROGRAM TAKHASSUS, fikirku tingkatan sekolah kami diturunkan, tetapi ternyata PROGRAM TAKHASSUS suatu program yang disiplin keilmuan mempelajari Kitab Kuning. Di program ini kami betul-betul diajari mulai dari nol, kami di ajari penyebutan huruf yang benar (tajwid), barazanji dan Fiqhi.

Suatu pengalaman yang sangat mengasyikkan ketika berada pada tahap mempelajari ilmu tajwid yang mana sedikit dari kami yang betul-betul mengetahui konsep makharijul huruf, melafalkan huruf dengan baik dan benar. Menyebutkan kata ح dan ع menjadi kendala bagi sebagian dari kami, utamanya saya pribadi, sampe akhirnya GURU TUGAS kami yang tegas menggemaskan itu memberi metode yang kurang masuk akal bagi saya, yakni menenggelamkan kepala kedalam air sembari teriak menyebutkan kata ح dan ع, yahh… rupanya metode itu mujarrab, sampai hari ini aku terbilang fasih menyebut dua kata itu.

Pada taraf mempelajari ilmu Fiqhi yang oleh kami dikenal dengan istilah Thabaqah Safinatunnajah, kami di ajari konsep dan aplikasi niat, bagaimana ukuran dikatan seseorang Baligh, klasifikasi Tamyiz, rukun sholat dan masih banyak yang lain. Sampai pada suatu ketika kami diperintahkan untuk melakukan praktek mandi junub, meski pada saat itu saya tidak junub.

Disaat saya naik pada tingkat thabaqah Sharaf (salah satu cabang ilmu dalam bahasa arab yang mempelajari mengenai perubahan bentuk pada suatu kata dalam bahasa arab). Yang mana program ini merupakan langkah awal untuk mempelajari kitab kuning. Pada taraf ini kami mempelajari pengertian fiil, isim, huruf serta beberapa timbangan perubahan huruf. Meski ditahap ini saya diperintahkan untuk mengulang, diakibatkan banyak ketinggalan pelajaran karena terlalu keseringan pulang kampu, dan saya menyesali demikian. Satu hal yang mengasyikkan ketika mempelajari ilmu Sharaf ialah, kami melafalkan perobahan huruf dengan nada-nada yang mengikiti perkembangan jaman, tanpa memperhatikan apakah suara kami Fals atau tidak, intinya siyapa yang paling keras suaranya dan lancar maka itu yang terbaik.

Pada intinya Saya bangga hidup di pesantren karena di pesantren saya diajarkan ilmu agama. Saya bangga hidup di pesantren karena di pesantren saya diajarkan untuk hidup sederhana.

Saya bangga hidup di pesantren karena saya bisa merasakan nikmatnya kebersamaan yang tidak bisa saya dapatkan ketika hidup di luar.

Saya bangga hidup di pesantren karena saya dididik untuk menjadi insan yang islami. Dan saya bangga hidup di pesantren karena dari pesantren saya tahu bahwasanya ilmu dunia serta akhirat harus seimbang agar tak salah melangkah.

Bagi saya… GURU!!!… teruslah KHUSUSKAN KAMI DI TAKHASSUS.

Oia… sebelum saya pamit. Sekarang ini saya sudah berada di level atau THABAQAH MATAN AL-JURUMIYYAH…KREEEN KAN….

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh….

Perenialis
Perenialis

Written by Perenialis

Kematian bukanlah ketiadaan nyawa, kematian merupakan ketidak mampuan untuk menunjukkan eksistensi diri